Pada zaman dahulu untuk melakukan komunikasi dengan orang lain, biasanya kita membuat janji atau kesepakatan untuk bertemu sehingga terjadilah komunikasi yang membahas tentang hal-hal yang sedang dibicarakan kedua belah pihak atau lebih. Namun seiring dengan perkembangan zaman yang begitu cepat bak menjelajah ke masa depan, teknologi saat ini kian menjadi salah satu alat penting dalam komunikasi dengan orang lain.
SosMed lebih mendominasi kepada mereka yang sedang masa Remaja dan Dewasa, bahkan anak-anak pun juga tidak mau ketinggalan dalam serunya Aplikasi SosMed seperti Facebook, Twitter, Instagram, Path, Yahoo dan aplikasi SosMed lainnya. Seiring dengan perkembangan SosMed yang pesat membuat sistem Pendidikan di beberapa Sekolah/Lembaga menggunakan SosMed sebagai tempat pembelajaran dengan memberikan materi mengenai apa yang sedang dipelajari. Oleh karena itu, SosMed seringkali dipandang sebagai inti pendorong komunikasi.
Kita lihat saja di lingkungan sekolah, universitas, perguruan tinggi berusaha memperkenalkan dan menghadirkan sosial yang baik dikalangan pelajar. Pelajar di zaman sekarang yang sudah terbiasa dengan Sosial Media. Tidak salah jika anda mencoba memberikan materi yang diajarkan dengan mengirimkannya ke halaman Facebook-nya.
Kita tidak membahas tentang jumlah teknologi yang digunakan disekolah seperti jumlah komputer melainkan harus memiliki motovasi untukmembuka visi kita dan melihat media sosial sebagai pengetahuan serta melihatnya sebagai sebuah kesempatan untuk membangun sistem pendidikan yang lebih bermakna bagi guru dan siswa. Tapi, ada berbagai rintangan ketika menggunakan SosMed di dalam pendidikan seperti:
1. Menolak Perubahan
Mengapa kita bertentangan terhadap perubahan? Jika anda seorang Pendidik atau Guru, bayangkanlah Anda kembali ke masa lalu ketika masih mengenyam pendidikan atau kuliah dan biasanya mahasiswa menggunakan buku sebagai satu-satunya sumber ilmu pengetahuan. Ketika masa tersebut kita belum mengenal google, atau situs SosMed seperti Youtube, Twitter, Facebook dan SosMed lainnya.
Karena mengikuti pembelajaran masa lalu, maka tidaklah heran banyak dari kita sebagai pendidik yang bertentangan dengan Media Sosial gagal untuk mengadopsi cara-cara baru pendidikan. Hal tersebut terjadi karena generasi muda lebih dominan dalam mengikuti perkembangan zaman ini seperti halnya menggunakan Internet.
2. Rasa hormat
Banyak dari kita mungkin percaya bahwa media sosial adalah tempat di mana siswa secara impulsif mengungkapkan kehidupan pribadi mereka agar mendapat perhatian dari orang lain. Itu tidak benar karena menurut penelitian Facebook sendiri bahwa generasi muda atau remaja sering update status atau memberikan pesan kepada yang bersangkutan memang disengaja sehingga tidak benar-benar terjadi padanya.
Banyak sekolah yang meminta gurunya untuk menghindari pertemanan dengan siswa di Facebook karena asumsi stereotip pendidik tentang siswa remaja muda yang menggunakan media sosial dipandang negatif.
Jika Anda sebagai pendidik tidak memberikan kebebasan dengan cara-cara baru dalam menyatakan ekspresi siswa, maka mereka akan memiliki defensif dan jarang terlibat dengan para guru mereka di media sosial. Memang ada beberapa risiko nyata melekat dengan anak-anak menggunakan media sosial dan tidak bisa dianggap enteng .
Oleh karena itu siswa harus diajarkan tentang apa yang tepat dalam komunikasi di media sosial. Orang tua dan guru harus mendampingi mereka dalam mengajarkan pengaturan privasi, konten apa yang bisa dilihat dan profil serta foto apa yang pantas untuk ditampilkan.
3. Privasi
Menurut sebuah studi 2013 Pew Research Center, remaja mengambil langkah-langkah untuk melindungi privasi mereka. Survei ini menemukan:
· 60% dari remaja pengguna Facebook mengatur profil Facebook percaya hanya diri sendiri yang dapat mengatur privasi akunnya secara pribadi.
· 89% remaja mengatakan mengelola pengaturan privasi Facebook mereka 'tidak sulit sama sekali' atau 'tidak terlalu sulit'.
Siswa menyadari reputasi online mereka, dan mengambil langkah-langkah untuk menyembunyikan isi dan tampilan dari kehadiran media sosial mereka.
4. Berpikir Kritis
Sebagai pendidik, salah satu cara terbaik adalah memberi masukan. Nasihat yang bisa Anda berikan kepada siswa tentang penggunaan media sosial adalah untuk 'berpikir' sebelum mereka mem-posting status atau gambar. Dorong mereka untuk meninjau kembali pengaturan privasinya. Jika mereka mem-posting tulisan dan gambar yang kurang sesuai, maka mereka harus meminta maaf kepada penerima dan berjanji tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Hal ini cukup mirip dengan cara orang tua memberitahu anak-anak mereka bagaimana mereka harus bersikap di depan umum.
5. Pemikiran
Apa unsur yang paling penting dari setiap pelajar? Ya, pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan ini lahir dari pengalaman kehidupan nyata ketika siswa menerapkan pengetahuan yang diperoleh dalam kehidupan sehari-hari mereka. Menggunakan media sosial sebagai media ekspresi adalah salah satu langkah yang kita sebagai pendidik perlu kita gunakan.
Masa depan pendidikan dalam membantu anak mengalami rasa ingin tahu, heran, dan merasa senang dengan bermain sambil belajar.
Pada zaman kita sebagai guru, kita tidak memiliki akses kepada banyak orang, kepada siapa kita bisa bertanya atau berbagi pengalaman kami. Dengan media sosial, kita diajak untuk berbagi serta bisa bertanya kepada semua orang kapan dan kepada siapa saja.
6. Generasi Muda sebagai komunikator
Siswa zaman sekarang adalah komunikator besar karena menggunakan e-mail, SosMed dan pesan singkat dalam setiap berkomunikasi dengan orang lain. Jika diberi tugas oleh guru, siswa tidak perlu waktu lama untuk mengerjakan tugasnya karena dengan menjelajahi dunia maya, siswa pun bisa mengerjakan tugasnya dan efeisien terhadap waktu yang diberikan.
Sekarang kembali kepada Anda sebagai pendidik. Apakah Anda siap merangkul cara-cara pembelajaran secara digital?
(Disadur dari Edudemic.com) - See more at: http://www.kesekolah.com/solusi-pendidikan/penggunaan-sosial-media-dalam-pendidikan-dan-hambatannya.html#sthash.cfPvOzA9.dpuf